Praktik Langgeng Jual Beli Perkara - Bedah Editorial MI
MetroTV, LEMBAGA peradilan di Indonesia masih diselimuti mendung pekat. Meskipun kepemimpinan di Mahkamah Agung telah berganti, wajah keruh peradilan akibat tercemar oleh praktik koruptif, mafia hukum, dan jual beli perkara masih saja tampak.
Kasus dugaan suap penanganan perkara korupsi pemberian fasilitas eskpor crude palm oil (CPO) yang melibatkan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan jelas menunjukkan bahwa praktik mafia peradilan masih mengakar dalam praktik hukum di negeri ini. Hukum bisa dinegosiasikan. Putusan bisa dibeli. Vonis kerap menjadi barang dagangan bagi segelintir oknum penegak hukum.
Kasus demi kasus, mulai dari tingkat pengadilan negeri hingga Mahkamah Agung yang masih terjadi itu memperlihatkan betapa rentannya sistem peradilan kita dari intervensi dan penyalahgunaan wewenang.
Hakim yang seharusnya menjadi wakil Tuhan dalam menegakkan keadilan, terbukti tak luput dari jeratan praktik kotor. Sejumlah kasus malah menggambarkan bahwa praktik mafia peradilan seolah telah berlangsung secara sistemik.
Ironisnya, berbagai upaya reformasi peradilan yang telah digulirkan sejak era reformasi kerap berujung pada hal ihwal yang bersifat tambal sulam. Ada digitalisasi sistem peradilan, tetapi substansi transparansi masih jauh panggang dari api. Ada Komisi Yudisial yang bertugas mengawasi hakim, tetapi lembaga itu kerap kali tidak bergigi menghadapi dominasi Mahkamah Agung karena keterbatasan wewenang.
Ketiadaan transparansi dan lemahnya sistem pengawasan internal membuat ruang-ruang hukum kita menjadi gelap dan rawan disusupi kepentingan. Belum lagi tumpang tindih kewenangan antara lembaga-lembaga hukum yang kerap kali menciptakan tarik-menarik kepentingan, bukan demi kepastian hukum, melainkan demi kuasa dan pengaruh.
Peradilan yang bersih bukan sekadar utopia. Ia harus diwujudkan untuk menghadirkan keadilan bagi seluruh bangsa . Selain itu, kondisi penegakan hukum yang ideal juga menjadi prasyarat bagi demokrasi yang sehat dan masyarakat yang berkeadaban.
Tanpa peradilan yang adil, hukum akan menjadi alat represi, bukan payung perlindungan. Ketika hukum kehilangan maknanya, maka negara kehilangan legitimasinya. Ketika hukum tak lagi berwibawa, negara berada di ambang krisis moral dan kepercayaan publik.
Seruan untuk menyelamatkan peradilan kita bukan hanya untuk soal-soal hari ini, melainkan demi masa depan bangsa yang menjunjung tinggi keadilan dan kemanusiaan. Karena dalam negara hukum, keadilan tidak boleh dijual, dan kebenaran tidak bisa ditawar.
Lembaga peradilan mestinya diharapkan menjadi penjaga keadilan, tempat terakhir rakyat menggantungkan harapan atas kebenaran. Sudah saatnya Indonesia melakukan pembenahan total terhadap sistem peradilan. Reformasi peradilan tak cukup hanya menyentuh aspek prosedural, tetapi juga menyasar akar budaya hukum yang permisif terhadap pelanggaran etik dan moral. Penegakan hukum terhadap pelaku mafia peradilan harus tegas dan tanpa pandang bulu. Sistem pengawasan perlu diperkuat dengan partisipasi publik dan media sebagai elemen kontrol. Kini saatnya peradilan yang bersih dan adil itu diwujudkan, jangan menunggu nanti-nanti.
#bedaheditorialMI #mediaindonesia #usuttuntas #jualbeliperkara #hakim #kejagung
———————————————————————–
Follow juga sosmed kami untuk mendapatkan update informasi terkini!
Website: https://www.metrotvnews.com/
Facebook: https://www.facebook.com/metrotv/
Instagram: https://www.instagram.com/metrotv/
Twitter: https://twitter.com/metro_tv
TikTok: https://www.tiktok.com/@metro_tv
Metro Xtend: https://xtend.metrotvnews.com/